SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA PADA MASA ORDE LAMA DAN ORDE BARU
Sistem Pemerintahan Indonesia Masa Orde Lama yaitu periode pemerintahan Presiden Soekarno pada tahun 1945 sampai tahun 1968. Untuk pengertian, masa berlangsung, kelebiahan dan kekurangannya, mari kita ulas lebih lanjut sistem pemerintahan pada periode ini.
Pengertian Orde Lama Setelah kemerdekaan, Indonesia mengalami beberapa periode pemerintahan diantaranya orde lama, orde baru, dan reformasi. Orde lama adalah sebutan bagi periode pemerintahan di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno yang berlangsung pada tahun 1945 sampai tahun 1968. Pada periode ini, Presiden Soekarno berlaku sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan.
Sistem Pemerintahan Orde Lama
Pada masa orde lama, sistem pemerintahan di Indonesia mengalami beberapa peralihan. Indonesia pernah menerapkan sistem pemerintahan presidensial, parlementer, demokrasi liberal, dan sistem pemerintahan demokrasi terpimpin. Berikut penjelasan sistem pemerintahan masa Soekarno:
Masa Pemerintahan Pasca Kemerdekaan (1945-1950)
Pada tahun 1945-1950, terjadi perubahan sistem pemerintahan dari presidensial menjadi
parlementer. Dimana dalam sistem pemerintahan presidensial, presiden memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai badan eksekutif dan merangkap sekaligus sebagai badan legislatif.
Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno ini juga terjadi penyimpangan UUD 1945. Berikut Penyimpangan UUD 1945 yang terjadi pada masa orde lama:
Fungsi Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) berubah, dari pembantu presiden menjadi badan yang diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan GBHN yang merupakan wewenang MPR.
Terjadinya perubahan sistem kabinet presidensial menjadi kabinet parlementer.
Masa Orde Lama
Orde Lama dalam sejarah politik Indonesia merujuk kepada masa pemerintahan Soekarno (1945-1965). Istilah ini tentu saja tidak digunakan pada saat itu, dan baru dicetuskan pada masa pemerintahan Soeharto yang disebut juga dengan Orde Baru.
Sebelum Republik Indonesia Serikat dinyatakan bubar, pada saat itu terjadi demo besar-besaran menuntut pembuatan suatu Negara Kesatuan. Maka melalui perjanjian antara tiga negara bagian, Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, & Negara Sumatera Timur dihasilkan perjanjian pembentukan Negara Kesatuan pada tanggal 17 Agustus 1950. Sejak 17 Agustus 1950, Negara Indonesia diperintah dengan menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950 yg menganut sistem kabinet parlementer.
Era 1950-1959 adalah di mana presiden Soekarno memerintah menggunakan konstitusi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950. Periode ini berlangsung mulai dari 17 Agustus 1950 sampai 6 Juli 1959.
Masa Demokrasi Liberal (1950-1959)
Masa pemerintahan pada tahun 1950-1959 disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem ekonominya menggunakan prinsip-prinsip liberal. Pada saat negara kita menganut sistem demokrasi liberal, terdapat ciri-ciri sistem pemerintahan sebagai berikut:
· Presiden dan wakil presiden tidak dapat diganggu gugat.
· Menteri bertanggung jawab atas kebijakan pemerintahan.
· Presiden berhak membubarkan DPR.
· Perdana Menteri diangkat oleh Presiden.
Pada 17 Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959 Presiden Soekarno memerintah menggunakan konstitusi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950. Dewan Konstituante diserahi tugas membuat undang-undang dasar yang baru sesuai amanat UUDS 1950. Namun sampai tahun 1959 badan ini belum juga bisa membuat konstitusi baru. Akhirnya, Soekarno mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959, yang membubarkan Konstituante. Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah:
Kondisi Politik di Masa Orde Lama
A. Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Dalam masa Orde lama, ketegangan politik dalam negeri sudah mulai terasa, terutama sejak Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959. Dengan dikeluarkan Dekrit Presiden ini, maka sistem pemerintahan Indonseia berganti dari sistem parlementer menjadi sistem Demokrasi Terpimpin. Secara tidak langsung, isi dari Dekrit Presiden akan membawa Presiden menjadi seorang diktator yang mana seluruh kekuasaan berada dalam satu tangan, yaitu Soekarno[1].
Tindakan Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959, dipersoalkan keabsahannya dari sudut yuridis konstitusi, sebab menurut UUDS 1950, Presiden tidak punya wewenang “memberlakukan” atau “tidak memberlakukan” sebuah UUD, seperti yang dilakukan melalui dekrit.
Untuk lebih jelasnya bagaimana isi dari Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 tersebut, dapat kita lihat di bawah ini, yaitu sebagai berikut:
1) Menetapkan pembubaran konstituante
2) Menetapkan UUD 1945 diberlakukan kembali bagi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, terhitung mulai dari tanggal penetapan dekrit ini dab tidak berlaku lagi UUDS.
3) Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan.
4) Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara dan diselenggarakan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, bahwa lahirnya Dekrit Presiden tersebut tidak terlepas dari pro dan kontra di kalangan anggota konstituante ketika itu[2]. Dan menurut pemakalah, wajar saja apabila ada semacam kekhawatiran dan ketakutan yang muncul dari pihak-pihak yang tidak setuju dengan isi Dekrit Presiden tersebut. Sebab dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden artinya Soekarno mengeluarkan penetapan-penetapan yang mengakibatkan kekuasaannya semakin kuat.
B.Peranan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Masa Orde Lama
Sebelum kita membicarakan Partai Komunis Indonesia (PKI) serta bagaimana pula sepak terjangnya selama masa Orde Lama, ada baiknya kita juga melihat partai-partai politik lain yang pernah mengisi panggung perpolitikan di Indonesia pada masa Orde Lama.
Pasca kemerdekaan, Indonesia menerapkan sistem multi partai yang ditandai dengan hadirnya 25 partai politik. Menjelang Pemilu tahun 1955 yang berdasarkan demokrasi liberal, jumlah partai politik meningkat hingga berjumlah 29 partai politik. Namun, pada masa diberlakukannya Demokrasi Terpimpin, sistem kepartaian Indonesia dilakukan penyederhanaan dengan Penpres No. 7 tahun 1959 dan Penpres No. 13 tahun 1960 yang akhirnya menyisakan 10 partai politik dengan empat partai besarnya yaitu PNI, Masyumi, NU, dan PKI.
Kembali kita kepada bagaimana peran Partai Komunis Indonsia (PKI) selama masa orde lama, terutama dalam masa-masa demokrasi terpimpin yang ternyata sangat banyak memberikan pengaruhnya dalam sejarah perkembangan bangsa ini. Dalam suasana dikembalikannya negara ke UUD 1945 itu, Presiden Soekarno bahkan mempertegas lagi pendirian dan konsepsinya. Penegasan itu terlihat pada saat Soekarno menyampaikan pidato kenegaraan yang berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita” pada tanggal 17 Agustus 1959[3]. Oleh Presiden, pidato itu kemudian diserahkan kepada Panitia Kerja Dewan Pertimbangan Agung (DPA) untuk dirumuskan menjadi Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Dalam panitia kerja perumusan tersebut, yang menjadi pemimpinnya adalah seorang ketua CC dari Partai Komunis Indonesia (PKI) yang paling terkenal yaitu D.N Aidit. Kesempatan itu dimanfaatkan oleh Aidit untuk memasukkan program-program Partai Komunis Indonesia (PKI) ke dalam GBHN yang terkenal dengan nama Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol).
Dalam buku-buku sejarah politik Indonesia, Partai Komunis Indonesia pada era orde lama pernah menjadi salah satu partai yang pengaruhnya cukup besar dengan basis massanya mayoritas adalah berasal dari kaum buruh dan petani. Bahkan dalam pemilu 1955, Partai Komunis Indonesia (PKI) memperoleh kemenangan yang cukup berarti, yakni berhasil mengumpulkan enam juta suara pemilih. Keberhasilan Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam mengembangkan pengaruh ideologinya pada saat itu tentu tidak terlepas dari peranan para pemimpin-pemimpin partainya yang selalu memegang teguh persatuan dan kesatuan dalam mewujudkan cita-cita partai.
Akhir dari Pemerintahan Orde Lama
Setelah memerintah selama kurang lebih selama delapan tahun, pemerintahan Orde Lama harus berakhir dengan keguncangan politik yang terjadi pada tahun 1965. Keruntuhan Orde Lama sangat berkaitan dengan percobaan kudeta yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Selama masa masa pemerintahan orde lama, PKI memiliki kedekatan yang sangat erat dengan Presiden Soekarno, terlebih lagi setelah Soekarno menerapkan prinsip NASAKOM (nasionalis, agama, dan komunis). Pemberontakan PKI yang lebih dikenal dengan G30S/PKI ini sangat menyita perhatian masyarakat Indonesia dan menyebabkan terganggunya stabilitas nasional indonesia. Percobaan kudeta yang diduga didalangi oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) tersebut ternyata membawa perubahan besar dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat di Indonesia di masa-masa selanjutnya.
Situasi negara di ujung pemerintahan orde lama diwarnai oleh berbagai kemelut di tingkat elit pemerintahan sendiri. Situasi kacau serta persaingan di antara elit politik dan militer akhirnya memuncak pada peristiwa pembunuhan enam orang Jendral pada tanggal 1 Oktober 1965. Dampak dari peristiwa pembunuhan enam Jendral di Jakarta tersebut, pada akhirnya memicu munculnya berbagai aksi protes serta unjuk rasa turun ke jalan yang dilakukan oleh mahasiswa yang tergabung dari berbagai kesatuan aksi yang meminta agar PKI segara dibubarkan.
Seperti yang sudah ditulis di awal, bahwa pasca percobaan kudeta 1965 oleh PKI, terjadi berbagai aksi unjuk rasa di berbagai kota di Indonesia terutama di Jakarta. Dan akhir dari bentuk aksi-aksi protes itu tepat pada tanggal 12 Januari 1966 para demonstrans yang tergabung dari berbagai kesatuan aksi menuntut agar Presiden Soekarno memenuhi tuntutan-tuntutan rakyat yang terkenal dengan TRITURA (Tiga Tuntuan Rakyat). Adapun tiga tuntutan rakyat itu adalah sebagai berikut:
1) Bubarkan PKI
2) Perombakan Kabinet
3) Turunkan Harga Kebutuhan Pokok
Untuk memulihkan keadaan negara, akhirnya Soekarno memberikan kewenangan dan mandat kepada Mayjen. Soeharto untuk memulihkan stabilitas dan keamanan negara melalui Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar). Di bawah komando Mayjen Soeharto, pemulihkan keamanan dan kestabilan negara dilakukan dengan aksi-aksi militer. Selain menangkap dan memenjarakan orang-orang yang dianggap sebagai anggota PKI, upaya lain yang dilakukan oleh Soeharto adalah membubarkan PKI dan melarang penyebaran paham-paham yang berbau komunis[5]. Tindakan-tindakan yang ditempuh Soeharto dalam melaksanakan tugasnya tersebut ternyata sangat berpengaruh terhadap kemajuan kariernya, karena terbukti beberapa tahun kemudian ia berhasil terpilih sebagai Presiden Indonesia untuk menggantikan Soekarno melalui Pemilu pada tahun 1968.
Dengan jatuhnya rezim Soekarno, maka secara otomatis berakhir pula masa-masa pemerintahan Orde Lama (1959-1966) dan berganti dengan masa pemerintahan Orde Baru (1968-1998) dengan Soeharto menjabat sebagai Presiden Indonesia yang kedua.
![]() |
Predisen Pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno |
Sistem Pemerintahan Orde Lama
Pada masa orde lama, sistem pemerintahan di Indonesia mengalami beberapa peralihan. Indonesia pernah menerapkan sistem pemerintahan presidensial, parlementer, demokrasi liberal, dan sistem pemerintahan demokrasi terpimpin. Berikut penjelasan sistem pemerintahan masa Soekarno:
Masa Pemerintahan Pasca Kemerdekaan (1945-1950)
Pada tahun 1945-1950, terjadi perubahan sistem pemerintahan dari presidensial menjadi
parlementer. Dimana dalam sistem pemerintahan presidensial, presiden memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai badan eksekutif dan merangkap sekaligus sebagai badan legislatif.
Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno ini juga terjadi penyimpangan UUD 1945. Berikut Penyimpangan UUD 1945 yang terjadi pada masa orde lama:
Fungsi Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) berubah, dari pembantu presiden menjadi badan yang diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan GBHN yang merupakan wewenang MPR.
Terjadinya perubahan sistem kabinet presidensial menjadi kabinet parlementer.
Masa Orde Lama
Orde Lama dalam sejarah politik Indonesia merujuk kepada masa pemerintahan Soekarno (1945-1965). Istilah ini tentu saja tidak digunakan pada saat itu, dan baru dicetuskan pada masa pemerintahan Soeharto yang disebut juga dengan Orde Baru.
Sebelum Republik Indonesia Serikat dinyatakan bubar, pada saat itu terjadi demo besar-besaran menuntut pembuatan suatu Negara Kesatuan. Maka melalui perjanjian antara tiga negara bagian, Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, & Negara Sumatera Timur dihasilkan perjanjian pembentukan Negara Kesatuan pada tanggal 17 Agustus 1950. Sejak 17 Agustus 1950, Negara Indonesia diperintah dengan menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950 yg menganut sistem kabinet parlementer.
Era 1950-1959 adalah di mana presiden Soekarno memerintah menggunakan konstitusi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950. Periode ini berlangsung mulai dari 17 Agustus 1950 sampai 6 Juli 1959.
Masa Demokrasi Liberal (1950-1959)
Masa pemerintahan pada tahun 1950-1959 disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem ekonominya menggunakan prinsip-prinsip liberal. Pada saat negara kita menganut sistem demokrasi liberal, terdapat ciri-ciri sistem pemerintahan sebagai berikut:
· Presiden dan wakil presiden tidak dapat diganggu gugat.
· Menteri bertanggung jawab atas kebijakan pemerintahan.
· Presiden berhak membubarkan DPR.
· Perdana Menteri diangkat oleh Presiden.
Pada 17 Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959 Presiden Soekarno memerintah menggunakan konstitusi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950. Dewan Konstituante diserahi tugas membuat undang-undang dasar yang baru sesuai amanat UUDS 1950. Namun sampai tahun 1959 badan ini belum juga bisa membuat konstitusi baru. Akhirnya, Soekarno mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959, yang membubarkan Konstituante. Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah:
Kondisi Politik di Masa Orde Lama
A. Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Dalam masa Orde lama, ketegangan politik dalam negeri sudah mulai terasa, terutama sejak Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959. Dengan dikeluarkan Dekrit Presiden ini, maka sistem pemerintahan Indonseia berganti dari sistem parlementer menjadi sistem Demokrasi Terpimpin. Secara tidak langsung, isi dari Dekrit Presiden akan membawa Presiden menjadi seorang diktator yang mana seluruh kekuasaan berada dalam satu tangan, yaitu Soekarno[1].
Tindakan Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959, dipersoalkan keabsahannya dari sudut yuridis konstitusi, sebab menurut UUDS 1950, Presiden tidak punya wewenang “memberlakukan” atau “tidak memberlakukan” sebuah UUD, seperti yang dilakukan melalui dekrit.
Untuk lebih jelasnya bagaimana isi dari Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 tersebut, dapat kita lihat di bawah ini, yaitu sebagai berikut:
1) Menetapkan pembubaran konstituante
2) Menetapkan UUD 1945 diberlakukan kembali bagi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, terhitung mulai dari tanggal penetapan dekrit ini dab tidak berlaku lagi UUDS.
3) Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan.
4) Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara dan diselenggarakan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, bahwa lahirnya Dekrit Presiden tersebut tidak terlepas dari pro dan kontra di kalangan anggota konstituante ketika itu[2]. Dan menurut pemakalah, wajar saja apabila ada semacam kekhawatiran dan ketakutan yang muncul dari pihak-pihak yang tidak setuju dengan isi Dekrit Presiden tersebut. Sebab dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden artinya Soekarno mengeluarkan penetapan-penetapan yang mengakibatkan kekuasaannya semakin kuat.
B.Peranan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Masa Orde Lama
Sebelum kita membicarakan Partai Komunis Indonesia (PKI) serta bagaimana pula sepak terjangnya selama masa Orde Lama, ada baiknya kita juga melihat partai-partai politik lain yang pernah mengisi panggung perpolitikan di Indonesia pada masa Orde Lama.
Pasca kemerdekaan, Indonesia menerapkan sistem multi partai yang ditandai dengan hadirnya 25 partai politik. Menjelang Pemilu tahun 1955 yang berdasarkan demokrasi liberal, jumlah partai politik meningkat hingga berjumlah 29 partai politik. Namun, pada masa diberlakukannya Demokrasi Terpimpin, sistem kepartaian Indonesia dilakukan penyederhanaan dengan Penpres No. 7 tahun 1959 dan Penpres No. 13 tahun 1960 yang akhirnya menyisakan 10 partai politik dengan empat partai besarnya yaitu PNI, Masyumi, NU, dan PKI.
Kembali kita kepada bagaimana peran Partai Komunis Indonsia (PKI) selama masa orde lama, terutama dalam masa-masa demokrasi terpimpin yang ternyata sangat banyak memberikan pengaruhnya dalam sejarah perkembangan bangsa ini. Dalam suasana dikembalikannya negara ke UUD 1945 itu, Presiden Soekarno bahkan mempertegas lagi pendirian dan konsepsinya. Penegasan itu terlihat pada saat Soekarno menyampaikan pidato kenegaraan yang berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita” pada tanggal 17 Agustus 1959[3]. Oleh Presiden, pidato itu kemudian diserahkan kepada Panitia Kerja Dewan Pertimbangan Agung (DPA) untuk dirumuskan menjadi Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Dalam panitia kerja perumusan tersebut, yang menjadi pemimpinnya adalah seorang ketua CC dari Partai Komunis Indonesia (PKI) yang paling terkenal yaitu D.N Aidit. Kesempatan itu dimanfaatkan oleh Aidit untuk memasukkan program-program Partai Komunis Indonesia (PKI) ke dalam GBHN yang terkenal dengan nama Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol).
Dalam buku-buku sejarah politik Indonesia, Partai Komunis Indonesia pada era orde lama pernah menjadi salah satu partai yang pengaruhnya cukup besar dengan basis massanya mayoritas adalah berasal dari kaum buruh dan petani. Bahkan dalam pemilu 1955, Partai Komunis Indonesia (PKI) memperoleh kemenangan yang cukup berarti, yakni berhasil mengumpulkan enam juta suara pemilih. Keberhasilan Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam mengembangkan pengaruh ideologinya pada saat itu tentu tidak terlepas dari peranan para pemimpin-pemimpin partainya yang selalu memegang teguh persatuan dan kesatuan dalam mewujudkan cita-cita partai.
Akhir dari Pemerintahan Orde Lama
Setelah memerintah selama kurang lebih selama delapan tahun, pemerintahan Orde Lama harus berakhir dengan keguncangan politik yang terjadi pada tahun 1965. Keruntuhan Orde Lama sangat berkaitan dengan percobaan kudeta yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Selama masa masa pemerintahan orde lama, PKI memiliki kedekatan yang sangat erat dengan Presiden Soekarno, terlebih lagi setelah Soekarno menerapkan prinsip NASAKOM (nasionalis, agama, dan komunis). Pemberontakan PKI yang lebih dikenal dengan G30S/PKI ini sangat menyita perhatian masyarakat Indonesia dan menyebabkan terganggunya stabilitas nasional indonesia. Percobaan kudeta yang diduga didalangi oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) tersebut ternyata membawa perubahan besar dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat di Indonesia di masa-masa selanjutnya.
Situasi negara di ujung pemerintahan orde lama diwarnai oleh berbagai kemelut di tingkat elit pemerintahan sendiri. Situasi kacau serta persaingan di antara elit politik dan militer akhirnya memuncak pada peristiwa pembunuhan enam orang Jendral pada tanggal 1 Oktober 1965. Dampak dari peristiwa pembunuhan enam Jendral di Jakarta tersebut, pada akhirnya memicu munculnya berbagai aksi protes serta unjuk rasa turun ke jalan yang dilakukan oleh mahasiswa yang tergabung dari berbagai kesatuan aksi yang meminta agar PKI segara dibubarkan.
Seperti yang sudah ditulis di awal, bahwa pasca percobaan kudeta 1965 oleh PKI, terjadi berbagai aksi unjuk rasa di berbagai kota di Indonesia terutama di Jakarta. Dan akhir dari bentuk aksi-aksi protes itu tepat pada tanggal 12 Januari 1966 para demonstrans yang tergabung dari berbagai kesatuan aksi menuntut agar Presiden Soekarno memenuhi tuntutan-tuntutan rakyat yang terkenal dengan TRITURA (Tiga Tuntuan Rakyat). Adapun tiga tuntutan rakyat itu adalah sebagai berikut:
1) Bubarkan PKI
2) Perombakan Kabinet
3) Turunkan Harga Kebutuhan Pokok
Untuk memulihkan keadaan negara, akhirnya Soekarno memberikan kewenangan dan mandat kepada Mayjen. Soeharto untuk memulihkan stabilitas dan keamanan negara melalui Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar). Di bawah komando Mayjen Soeharto, pemulihkan keamanan dan kestabilan negara dilakukan dengan aksi-aksi militer. Selain menangkap dan memenjarakan orang-orang yang dianggap sebagai anggota PKI, upaya lain yang dilakukan oleh Soeharto adalah membubarkan PKI dan melarang penyebaran paham-paham yang berbau komunis[5]. Tindakan-tindakan yang ditempuh Soeharto dalam melaksanakan tugasnya tersebut ternyata sangat berpengaruh terhadap kemajuan kariernya, karena terbukti beberapa tahun kemudian ia berhasil terpilih sebagai Presiden Indonesia untuk menggantikan Soekarno melalui Pemilu pada tahun 1968.
Dengan jatuhnya rezim Soekarno, maka secara otomatis berakhir pula masa-masa pemerintahan Orde Lama (1959-1966) dan berganti dengan masa pemerintahan Orde Baru (1968-1998) dengan Soeharto menjabat sebagai Presiden Indonesia yang kedua.
SISTEM PEMERINTAHAN ORDE BARU MASA PRESIDEN SOEHARTO
Sistem Pemerintahan Orde Baru Masa Presiden Soeharto
Pemerintahan Orde Baru masa Soeharto |
Telah kita ketahui bahwa sistem pemerintahan di Indonesia dibagi menjadi beberapa periode. Setelah pada artikel sebelumnya telah kita bahas masalah orde lama, maka pada artikel ini akan kita kupas tentang orde baru. Apakah orde baru itu? Mungkin itu pertanyaan dasar yang harus kita ketahui terlebih dahulu. Berikut pembahasannya.
Pengertian Orde Baru
Orde baru adalah istilah yang digunakan untuk masa setelah pemberontakan Gerakan 30 September tahun 1965. Pada masa orde baru dibangun tekad untuk mengabdi pada kepentingan rakyat dan nasional dengan dilandasi oleh semangat dan jiwa Pancasila serta UUD 1945. Orde baru merupakan upaya untuk mengoreksi penyimpangan yang dilakukan pada masa Orde Lama. Masa orde baru ini dipimpin oleh Soeharto setelah dikeluarkannya Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret) oleh Presiden Soekarno. Orde baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998.
Sejarah Orde Baru
Gerakan 30 S/PKI tahun 1965 mengakibatkan terjadinya kekacauan terhadap tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara berupa penyimpangan terhadap UUD ’45 dan Pancasila. Oleh karena itu, munculah keinginan untuk menempatkan UUD ’45 dan Pancasila sebagai landasan kehidupan berbanga dan bernegara secara murni dan konsekuen.
Sejak gerakan PKI berhasil ditumpas, Presiden Soekarno belum bertindak tegas terhadap G30S/PKI. Hal ini menimbulkan ketidaksabaran di kalangan mahasiswa dan masyarakat. Pada tanggal 26 Oktober 1965 berbagai kesatuan aksi seperti KAMI, KAPI, KAGI, KASI, dan lainnya mengadakan demonstrasi dalam gabungan Front Pancasila. Dalam kondisi ekonomi yang parah, para demonstran menyuarakan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura). Pada tanggal 10 Januari 1966 para demonstran mendatangi DPR-GR dan mengajukan Tritura. Isi TRITURA yaitu:
1. pembubaran PKI,
2. pembubaran kabinet dari unsur-unsur G 30 S/PKI, dan
3. penurunan harga.
Di tanggal 15 Januari tahun 1966 diadakan sidang paripurna Kabinet Dwikora didalam sebuah tempat daerah bogor tepatnya di istana Bogor yang di hadiri dengan wakil-wakil dari mahasiswa. Presiden Republik Indonesia Saat itu yakni Presiden Ir.Soekarno berfikiran timbulnya berbagai gerakan dari para mahasiswa itu didalangi oleh Central Intelligence Agency (CIA) yang lembaganya tersebut bertempat di negara Amerika serikat.
Presiden Republik indonesia Ir. Soekarno itu menggemukakan perombakan kabinetnya yaitu di tanggal 21 Februari namun tetapi hal itu tak membuat adanya perubahan yang kemudian membuat hati rakyat senang disebabkan karena masih banyak dari anggota kabinetnya yang berada didalam G30S/PKI, Kabinet baru dikenal dengan”Seratus Menteri”.
Lahirnya Orde Baru diawali dengan dikeluarkannya Surat Perintah 11 Maret 1966. Dalam Supersemar terdapat 3 poin tugas utama: pertama, Presiden/Panglima tertinggi ABRI/pemimpin Besar Revolusi/ Mandataris MPRS Soekarno, memutuskan, memerintahkan kepada letjen Soeharto selaku panglima Angkatan Darat, mengambil tindakan yang dianggap perlu agar terjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Presiden Soekarno demi kutuhan bangsa dan negara. Kedua, pengkoordinasian panglima angkatan lain, dan ketiga, melaporkan dan bertanggung jawab terhadap segala yang berhubungan dengan poin kedua. Surat ini diterbitkan Soekarno untuk mengembalikan keamanan dan ketertiban. Demonstrasi dan kekacauan di ibukota tak berubah, meski Soekarno telah melantik Kabinet Dwikora yang Disempurnakan atau lebih dikenal dengan sebutan “Kabinet 100 menteri” pada tanggal 11 Maret 1966. Dalam rapat kabinet yang dipimpin Presiden Soekarno pada tanggal tersebut, Letjen Soeharto tidak hadir dengan alasan sakit. Akhirnya, Presiden Soekarno tidak dapat menyelesaikan rapat dan pergi ke Bogor demi alasan keamanan. Pergantian pemerintahan dari Orde Lama ke Orde Baru secara resmi ketika Letjen Soeharto dilantik menjadi Pejabat Presdien Republik Indonesia pada tanggal 12 Maret 1967.
Kondisi Ekonomi Indonesia Pada Akhir Masa Orde Baru
Pelita VI (1 April 1994 – 31 Maret 1999)
Pada masa ini pemerintah lebih menitikberatkan pada sektor bidang ekonomi. Pembangunan ekonomi ini berkaitan dengan industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya.
Namun Pelita VI yang diharapkan menjadi proses lepas landas Indonesia ke yang lebih baik lagi, malah menjadi gagal landas dan kapal pun rusak.
Indonesia dilanda krisis ekonomi yang sulit di atasi pada akhir tahun 1997. Semula berawal dari krisis moneter lalu berlanjut menjadi krisis ekonomi dan akhirnya menjadi krisis kepercayaan terhadap pemerintah. Pelita VI pun kandas di tengah jalan.
Kondisi ekonomi yang kian terpuruk ditambah dengan KKN yang merajalela, Pembagunan yang dilakukan, hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil kalangan masyarakat. Karena pembangunan cenderung terpusat dan tidak merata. Meskipun perekonomian Indonesia meningkat, tapi secara fundamental pembangunan ekonomi sangat rapuh.. Kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber daya alam. Perbedaan ekonomi antar daerah, antar golongan pekerjaan, antar kelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam.. Terciptalah kelompok yang terpinggirkan (Marginalisasi sosial). Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang demokratis dan berkeadilan.
Pembagunan tidak merata tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah wilayah yang menjadi penyumbang devisa terbesar seperti Riau, Kalimantan Timur, dan Irian. Faktor inilah yang selantunya ikut menjadi penyebab terpuruknya perekonomian nasional Indonesia menjelang akhir tahun 1997.membuat perekonomian Indonesia gagal menunjukan taringnya.
Namun pembangunan ekonomi pada masa Orde Baru merupakan pondasi bagi pembangunan ekonomi selanjutnya.
Setelah meletusnya G30S PKI yang mengakibatkan kondisi sosial politik memburuk, rakyat meminta banyak perubahan dan tuntutan agar ada perbaikan terhadap pemerintahan Soekarno. Pada era pemerintahan Orde Lama yang mulai keadaannya tidak aman, Soekarno memberikan mandat kepada Soeharto untuk melaksanakan kegiatan keamanan. Pada 11 Maret 1966 muncullah super Semar yang mengawali masa Orde Baru. Masa tersebut mempunyai seorang tokoh sangat terkenal dengan cara pemerintahannya yang keras, yaitu Soeharto. Soeharto terkenal dengan kekuasaannya yang banyak terjadi diiringi kekerasan dan atiran-aturan yang memberatkan. Pemerintahannya bersifat otoriter dan sentralisasi. Namun dibalik itu, Orde Baru masih memberikan kebaikan untuk negara.
Pada awal pemerintahannya, Orde Baru mampu menata tatanan polik pemerintahan secara baik, Soeharto mengubah sistem kebijakan dalam dan luar negeri secara dramatis meskipun dalam perkembangan berikutnya banyak terjadi penyimpangan. Pemerintahan pada masa itu sangat erat dengan kekerasan dan pemaksaan dimana sanksi kriminal diberikan pada pemberontak, tetapi di sisi lain kemakmuran rakyat terjamin, barang-barang pemenuhan hidup dapat diakses dengan mudah akibat dari pinjaman-pinjaman besar ke luar negeri untuk menyejahterakan ekonomi rakyat.
Mulai 1997 setelah kondisi politik-sosial-ekonomi mulai tidak stabil, maka terjadilah penindasan oleh pemerintahan. Hal tersebut merupakan pengrusakan aspek sosial di masyarakat. Pemaksaan institusi untuk kepentingan politik dilakukan karena tuntutan akan kestabilan di pemerintahan. Namun pada masa itu pula kesenjangan sosial semakin meningkat akibat kebijakan yang berorientasi pertumbuhan dan melupakan pemerataan serta distribusi yang adil. Beratnya hukuman yang akan ditimpakan kepada orang-orang yang sekiranya dapat menjadikan ancaman bagi pemerintah membuat masyarakat umum memilih diam. Pemikiran-pemikiran yang terpendam membuat konflik tersendiri di beberapa kalangan baik perseorangan maupun golongan.
Pada pemerintahan Soeharto, Indonesia dapat menjadi negara yang terpandang di dunia baik dari politik pemerintahan hingga budayanya. Hal tersebut salah satu hasil dari adanya Orde baru. Kesuksesan lain adalah ketika kebijakan-kebijakan dapat terealisasikan.
Contohnya adalah sukses transmigrasi. Adanya transmigrasi yang dilakukan agar seimbangnya pertumbuhan penduduk sendiri. Soeharto yang merupakan Bapak dari perubahan tersebut tidak melupakan hal tersebut dalam upayanya merubah sistem pemerintahan. Namun banyaknya konflik yang terjadi di masyarakat membuat ketakutan tersendiri di masyarakat sehingga mereka enggan untuk keluar rumah dan tertekan.
Pemerintah sendiri sangat ketat dalam urusan keamanan dan tidak transparan dalam pengunaan dana. Apabila ada pihak yang ikut campur dalam urusan pemerintahan maka bisa dipastikan pihak tersebut merupakan pemberontak dan akan dijatuhi hukuman.
Kondisi sosial serta politik pada masa Orde baru terasa mencekam mengingat otoritas pemerintah yang tidak bisa diganggu gugat serta aturan-aturan main yang tentunya bersanksi berat jika dilanggar. Ancaman yang berkelanjutan membuat banyak pihak mencoba berontak secara sembunyi-sembunyi. Anggota pemerintahan sendiri juga takut dengan para pemimpin pusat, sehingga sistem yang ada tidak bisa diubah begitu saja.
Keterikatan akan HAM yang disalah artikan oleh bangsa membuat kebijakan-kebijakan yang dibuat pemerintah semakin sulit dipahami. Namun berbeda dengan masa pemerintahan Soekarno atau Orde Lama, pada pemerintahan Soeharto, Indonesia menjalin hubungan baik dengan luar negeri serta tidak lagi dibenci oleh negara-negara lain. Sebutan Macan Asia juga didapatkan Indonesia pada pemerintahan Soeharto. Selain itu, bahasa Indonesia juga merupakan bahasa yang banyak dipilih negara-negara lain sebagai bahasa yang diajarkan di tempat pembelajaran.
Pada dasarnya pemerintahan Soeharto pada Orde Baru dipandang lebih baik daripada Reformasi karena masyarakatnya lebih makmur dan negara dapat maju di pendidikan secara signifikan. Kehidupan sosial yang ada juga berbeda dengan masa Reformasi. Sosial saat itu masih banyak sisi baiknya dilihat dari pertumbuhan yang baik serta seimbang dengan aspek lain. Untuk aspek politik pada Orde Baru bahkan dapat dibilang stabil mengingat penjagaan sistem yang baik meskipun pada akhirnya banyak terjadi korupsi dan penggelapan dana. Namun yang paling ditekankan pada masa itu adalah masyarakat berada pada tekanan dan aturan yang kuat dari pemerintah meskipun mereka telah dicukupi kebutuhannya secara baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar